Nilai-nilai dalam cerpen senyum karyamin
Pertanyaan
1 Jawaban
-
1. Jawaban josuasonakmalel
Nilai adalah salah satu unsur intrinsik yang dapat kita temukan dalam suatu karya sastra. Ada beragam nilai yang dapat kita petik mulai dari moral, sosial, budaya, pendidikan, hingga religius. Adapun unsur intrinsik dapat diartikan sebagai unsur yang berasal dari dalam karya sastra. Selain nilai, unsur intrinsik juga mencakup tema, tokoh, judul, penokohan, latar, gaya bahasa, sudut pandang, dan amanat. Sementara itu, cerpen merupakan karya sastra yang ditulis dengan melibatkan kurang dari 10.000 kata, menggunakan alur tunggal, serta memakai hanya satu peristiwa atau tokoh sebagai fokus utama dalam cerita.
Pembahasan
Pada kesempatan ini, soal menyajikan dengan satu judul cerpen yaitu "Senyum Karyamin". Kemudian, kita diminta untuk mencari nilai-nilai yang terdapat dalam cerpen tersebut. Berikut kakak akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut.
Nilai yang terdapat dalam cerpen "Senyum Karyamin"
1. Nilai Moral
- Tokoh Karyamin mengajarkan kita agar selalu tersenyum meski kita sedang dilanda kesusahan.
- Tokoh Karyamin mengajarkan kita agar tetap bersabar meski kita sedang menghadapi masalah.
2. Nilai Sosial
- Tokoh Saidah mengajarkan kita agar selalu peduli kepada orang lain di sekitar kita, terutama mereka yang miskin dan menderita.
- Tokoh Karyamin mengajarkan kita untuk selalu peduli, misalnya jangan sampai kebutuhan atau keperluan kita membuat susah orang lain.
Sebagai rujukan, berikut kakak lampirkan sebagian dari cerpen tersebut.
Senyum Karyamin
Si paruh udang kembali melintas cepat dengan suara mencecet. Karyamin tak lagi membencinya karena sadar, burung yang demikian sibuk pasti sedang mencari makan buat anak-anaknya dalam sarang entah di mana. Karyamin membayangkan anak-anak si paruh udang sedang meringkuk lemah dalam sarang yang dibangun dalam tanah di sebuah tebing yang terlindung. Angin kembali bertiup. Daun-daun jati beterbangan dan beberapa di antaranya jatuh ke permukaan sungai. Daun-daun itu selalu saja bergerak menentang arus karena dorongan angin.
"Jadi, kamu sungguh tak mau makan, Min?" tanya Saidah ketika melihat Karyamin bangkit.
"Tidak. Kalau kamu tak tahan melihat aku lapar, aku pun tak tega melihat lenganmu habis karena utang-utangku dan kawan-kawan."
"Iya Min, iya, tetapi . . . . "
Saidah memutus kata-katanya sendiri karena Karyamin sudah berjalan menjauh.
Tetapi Saidah masih sempat melihat Karyamin menolehkan kepalanya sambil tersenyum, sambil menelan ludah berulang-ulang. Ada yang mengganjal di tenggorokan yang tak berhasil didorongnya ke dalam. Diperhatikannya Karyamin yang berjalan melalui lorong liar sepanjang tepi sungai. Kawan-kawan Karyamin menyeru-nyeru dengan segala macam seloroh cabul. Tetapi Karyamin hanya sekali berhenti dan menoleh sambil melempar senyum.
Sebelum naik meninggalkan pelataran sungai, mata Karyamin menangkap sesuatu yang bergerak pada sebuah ranting yang menggantung di atas air. Oh, si paruh udang. Punggung biru mengkilap, dadanya putih bersih, dan paruhnya merah saga. Tiba - tiba burung itu menukik menyambar ikan kepala timah sehingga air berkecipak. Dengan mangsa diparuhnya, burung itu melesat melintas para pencari batu, naik menghindari rumpun gelangan dan lenyap di balik gerumbul pandan. Ada rasa iri di hati Karyamin terhadap si paruh udang. Tetapi dia hanya bisa tersenyum sambil melihat dua keranjangnya yang kosong.
Sesungguhnya Karyamin tidak tahu betul mengapa dia harus pulang. Di rumahnya tak ada sesuatu buat mengusir suara keruyuk dari lambungnya. Istrinya juga tak perlu dikhawatirkan. Oh ya, Karyamin ingat bahwa istrinya memang layak dijadikan alasan buat pulang. Semalaman tadi istrinya tak bisa tidur lantaran bisul di puncak pantatnya. "Oleh karena itu, apa salahnya bila aku pulang buat menemani istriku yang meriang."
Karyamin mencoba berjalan lebih cepat meskipun kadang secara tiba-tiba banyak kunang-kunang menyerbu ke dalam rongga matanya. Setelah melintasi titian Karyamin melihat sebutir buah jambu yang masak. Dia ingin memungutnya, tetapi urung karena pada buah itu terlihat bekas gigitan kampret.
Dilihatnya juga buah salak berceceran di tanah di sekitar pohonnya. Karyamin memungut sebuah, digigit, lalu dilemparkannya jauh-jauh. Lidahnya seakan terkena air tuba oleh rasa buah salak yang masih mentah. Dan Karyamin terus berjalan. Telinganya mendenging ketika Karyamin harus menempuh sebuah tanjakan. Tetapi tak mengapa, karena dibalik tanjakan itulah rumahnya.
...
Pelajari lebih lanjut
Pada materi ini, kamu dapat belajar tentang cerpen:
https://brainly.co.id/tugas/9849021
Detil jawaban
Kelas: VIII
Mata pelajaran: Bahasa Indonesia
Bab: Bab 5 - membaca cerpen
Kode kategori: 8.1.5
Kata kunci: nilai, cerpen, senyum karyamin